HTML/Java Script

BG. II. 47 Kaarmany eva dhikaras te, ma phalesu kada ca na, ma kaarma phala hetur bur, ma te sango 'stva akaarmany || berbuatlah hanya demi kewajibanmu, bukan hasil perbuatan itu (yang kau pikirkan), jangan sekali-kali pahala menjadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri tanpa kerja|

Sabtu, 09 Februari 2013

Naskah Dharma Wacana Agama Hindu : Sejarah Singkat Hari Raya Nyepi dan Rangkaiannya

Sejarah Singkat Hari Raya Nyepi dan Rangkaiannya
Oleh : I Made Sri Wirdiata


Om Avighnam astu namah sidham,
Om Siddhir astu tad astu svaha,
Om Svastyastu,

Umat se-dharma yang berbahagia,
Nikmatnya hari-hari yang kita lalui tiada lain adalah merupakan waranugraha, nikmat limpahan kasih dari Brahman (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Untuk itu sepatutnyalah kita haturkan angayubaghia kehadapan Beliau beserta segala manifestasi-Nya. Bahwa sebagai mahluk yang bermartabat, kita harus senantiasa berterima kasih.

Pada hari yang baik ini, berbahagia sekali kita bisa berada di tempat yang indah dan sejuk ini dalam rangka kita sama-sama melaksanakan kegiatan bimbingan, penyuluhan bagi masyarakat Banjar Budhi Sari, Desa Sekongkang, Kecamatan Poto Tano, Kab. Sumbawa Barat.



Topik kali ini mengenai Rangkaian Hari Raya Nyepi. Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hari raya Nyepi merupakan hari raya berdasarkan sasih. Hari raya yang berdasarkan sasih lainnya ialah Siwaratri. Bagaimana rangkaian hari raya Nyepi dan bagaimana sejarah singkat dan rangkaiannya? Akan saya sampaikan dalam kesempatan yang berbahagian ini.

Umat se-dharma yang saya hormati,
Hari Nyepi merupakan tonggak kebangkitan kerohanian Hindu yang ditandai dengan Toleransi dan Kerukunan. Bermula dari persaingan dan pertikaian bangsa-bangsa di kawasan Asia (sekarang antara: Tibet, Asia Tengah, Persia, Sungai Sindhu, Afganistan, Pakistan, Kashmir, Iran dan India Barat laut) antara bangsa Saka (Scythia) – Pahlava (Parthia)– Yueh-ci (Cina) – Yavana (Yunani) – Malava (India). Mereka sangat berambisi salin menaklukkan satu sama lain sebagai musuh-musuhnya. Selama berabad-abad bangsa-bangsa tadi silih berganti saling menguasai wilayah lawan-lawannya (semacam penguasaan/ penjajahan) memperebutkan daerah yang sangat subur. Akhirnya pada awal tahun 248 SM di India bangsa Pahlava unggul dalam peperangan melawan bangsa Yavana dan Saka serta menguasai wilayah yang sangat luas.

Bangsa Saka yang kalah perang mengembara dan mampu secara cepat menyesuaikan diri dan tersebar di seluruh kawasan, namun membawa satu misi kooperatif perdamaian dengan mengedepankan aspek budaya dan humanisme. Bangsa Saka dengan seni budaya dan kombinasi ketata negaraan yang terbuka (ala demokrasi sekarang) mampu menyentuh penguasa yakni Bangsa Pahlava. Artinya bangsa Pahlava mengakui keunggulan bangsa Saka yang mengalihkan perjuangan politiknya dari mengangkat senjata (peperangan) menjadi arah politik : ideology, sosial-budaya yang bercirikan keharmonisan – perdamaian dengan mengangkat kesejahteraan sebagai issue global. Pergerakan humanisme sejak tahun 138 – 12 SM terjadi akulturasi dan sinkretisme antara bangsa-bangsa yang tadinya bermusuhan dan berakhir pada peperangan menuju perdamaian.

Akibat gerakan kemanusiaan membuat sikap politik bangsa-bangsa tadi berubah menjadi gerakan Lokasamgraha (dunia ini rumah kita, persaudaraan semesta, Torang samua basudara). Terdapat tokoh raja Kaniska I, II dan III (tidak semuanya berasal dari bangsa Saka tapi mereka mengadopsi perjuangan bangsa Saka) dalam percaturan politik yang meraih simpati rakyat dengan gerakan kesejahteraan dan kemanusiaan tadi. Salah satu yang terkenal kemudian adalah raja Kaniska II yang pada tahun 78 Masehi menetapkan tahun baru sebagai pencerahan bangsa-bangsa yang berdamai dengan memberikan penghargaan kepada bangsa Saka yang memelopori pergerakan tadi menjadi Tahun Baru Saka yang diperingati secara serentak oleh seluruh negeri. Tahun itu dikemudian hari menjadi tahun pencerahan dan dirayakan dengan khidmat melalui tapa – brata – samadhi.

Umat se-dharma yang berbahagia,
Perayaan Hari suci Nyepi di daerah secara otonom dilaksanakan dari tingkat Provinsi sampai tingkat Desa dan perorangan di rumah masing-masing dengan rangkaian sebagai berikut :
1. Melasti/Makiyis : adalah prosesi spiritual keagamaan sebagai upaya penyucian alam semesta dari segala kekotoran dan kejahatan akibat dari perputaran karma selama 1 tahun yang penuh dengan intrik, gejolak, nafsu, dan berbagai sisi negative terhadap kemanusiaan. Penyucian ini tidak berhenti pada tataran alam semesta, tetapi juga pada diri setiap manusia Hindu, harus menyucikan diri dan lingkungannya. Arah prosesi penyucian itu ditujukan kea rah laut/segara, karena diyakini air bersumber di laut dan air merupakan sumber dari kehidupan. 80 % tubuh kita ini terdiri dari air. Pelaksanaan prosesi ini dilaksanakan sejak seminggu sebelum hari raya nyepi atau maksimal 2 hari sebelum Nyepi. Di dalam Lontar Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan: angayutaken laraning jagat, paklesa letuhing bhuvana, yang terjemahannya: untuk melenyapkan penderitaan masyarakat dan kotoran dunia ( alam ), sedangkan di dalam lontar Sundarigama dinyataan : amet sarining amrtha kamandalu ritelenging samudra, yang terjemahannya : Untuk memperoleh air suci kehidupan di tengah – tengah lautan. Laut sebagai sumber amerta karena laut/segara dipercaya dan diyakini mampu melebur segala kekotoran yang diakibatkan oleh api nafsu manusia yang berupa tindakan kotor/jahat dll.

2. Tawur Kesanga : adalah upacara Bhuta Yajna, artinya korban suci yang ditujukan kepada penguasa kekuatan yang memberi kemanfaatan bagi seisi alam raya ini berupa Caru. Caru adalah kata bahasa Sanskerta yang berarti mempercantik, menetralisir, memiliki makna spiritual somya yakni membuat semuanya menjadi harmonis. Caru ini berupa sesajen yang dibuat sedemikian rupa dalam rangkaian yang memiliki perhitungan magis, oleh Pendeta dijadikan sebagai sarana untuk menjadikan situasi krodit/disharmoni menjadi normal/harmonis kembali. Tawur kesanga dilaksanakan sehari sebelum Nyepi tepatnya pada bulan Mati/Tilem sasih Kesanga.

3. Nyepi – Brata Penyepian : Dilaksanakan perayaannya pada tanggal apisan sasih kedasa(sehari setelah Tilem Kesanga. Nyepi dilaksanakan dengan berpuasa dan berpantang/brata. Dimulai pagi hari jam 06.00. Di antara berbagai bentuk Tapa, Brata, Yoga, Samadi itu, Maunabrata (Monabrata) adalah yang tertinggi, tujuannya adalah amatitis kasunyatan, menuju keheningan sejatai seperti pula disebutkan di dalam lontar Sundarigama (salah satu lontar yang menjelaskan tentang hari-hari raya Hindu di Indonesia) secara tegas menyatakan: "..................Nyepi amatigni, tan wenang sajadma anyambut karya sakalwirnya, agnigni saparanya tan wenang, kalinganya wenang sang weruh ring tattwa angelaraken samadhi. tapa, yoga amatitis kasunyatan" - Hari Nyepi, tidak benar semua orang melakukan pekerjaan, berapi - api, karena mereka yang tahu hakekat agama melaksanakan samadhi,tapa,yoga memusatkan pikiran menuju kesunyataan/keheningan sejati". Brata Penyepian, dengan amati : gni, karya, lelungan, lelangunan, membuat hidup ini terintrospeksi secara sadar atas apa dan siapa diri ini untuk menuju arah yang ditentukan oleh ajaran agama. Selama 1 hari penuh (24 jam) aktivitas direorientasi guna memberikan pembaharuan (Reneweble) alam semesta sehingga segenap potensinya kembali berfungsi secara maksimal. Bayangkan kota kota besar jika selama 1 hari tidak ditebari polutan asap kendaraan (polusi udara) dan listrik dipadamkan, aktivitas diliburkan sehari itu saja dalam setahun, berapa besar penghematan yang telah dilakukan oleh Negara, betapa bersihnya udara Jdan kelesuan dapat dipulihkan.

Saat Brata Penyepian secara tradisional ada 4 pantangan (catur braata penyepian), yaitu Amati Gni, artinya tidak menyelakan api, baik api secara fisik maupun api dalam diri/emosi; Amati Karya, artinya tidak melakukan aktivitas bekerja seperti sehari hari, melainkan melakukan introspeksi diri atau mulatsarira, seraya menggungkan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi; Amati lelungan, artinya tidak bepergian, baik tubuh yang pergi maupun pikiran yang liar harus dikendalikan, fokus mengagungkanNya; dan Amati Lelanguan, artinya tidak menikmati hiburan.

4. Ngembak Gni : melakukan aktivitas kembali seperti semula atau membuka api kehidupan normal. Pada hari ini tgl 17 Maret 2010 menjadi lembaran baru bagi kehidupan yang cerah penuh pencerahan rohani. Ngembak Gni mengisyaratkan kepada manusia yang "Multikultural" untuk bersatu padu, menghargai perbedaan sebagai kebenaran illahi, memaafkan adalah perbuatan mulia yang akan membuat hidup kita terasa lebih damai. Melayani mereka yang lemah, membantu mereka yang menderita adalah karma utama saat ini, karena sesungguhnya melayani semua mahluk dengan cinta kasih, dan kasih sayang adalah bentuk pemujaan kepada Tuhan (serve to all man kind is serve to the God).

Demikian paparan materi Dharma Tula dalam kegiatan penyuluhan kali ini, terima kasih atas perhatiannya.

Om Santih, Santih, Santih, Om



Note : Isi dari naskah ini diambil dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar